Skip to content Skip to sidebar Skip to footer
Gus Dur Mania

MASA KECIL GUS DUR



MASA KECIL GUS DUR


Pertama kali belajar, Gus Dur kecil berguru pada sang kakek KH Muhammad Hasyim Asy'ari. Saat serumah dengan kakeknya, ia diajari membaca Al-Qur'an. Dalam usia lima tahun ia telah lancar membaca Al-Qur'an.

Pada tahun 1944 Gus Dur pindah dari Jombang ke Jakarta mengikuti ayahnya yang terpilih menjadi Ketua pertama Partai Majelis Syuro Muslimin Indonesia (Masyumi), sebuah organisasi yang berdiri dengan dukungan tentara Jepang yang saat itu menduduki Indonesia. Di Jakarta, selain belajar di sekolah, Gus Dur masuk juga mengikuti les bahasa Belanda. Guru lesnya bernama Willem Buhl, seorang Jerman yang telah masuk Islam dan mengganti namanya dengan Iskandar. Untuk menambah pelajaran bahasa Belanda tersebut, Buhl selalu menyajikan musik klasik yang biasa dinikmati oleh orang dewasa. Inilah pertama kali persentuhan Gus Dur dengan dunia Barat dan dari sini pula Gus Dur mulai tertarik dan mencintai musik klasik.

Setelah deklarasi kemerdekaan Indonesia tanggal 17 Agustus 1945, Gus Dur kembali ke Jombang dan tetap berada di sana selama perang kemerdekaan Indonesia melawan Belanda. Pada akhir perang tahun 1949, Gus Dur pindah lagi ke Jakarta dan ayahnya ditunjuk sebagai Menteri Agama. Gus Dur belajar di Jakarta, masuk ke SD KRIS sebelum pindah ke SD Matraman Perwari. Gus Dur juga diajarkan membaca buku non-muslim, majalah dan koran oleh ayahnya untuk memperluas pengetahuannya. Gus Dur terus tinggal di Jakarta dengan keluarganya meskipun ayahnya sudah tidak menjadi Menteri Agama pada tahun 1952.

Pada Sabtu 18 April 1953, Gus Dur pergi bersama ayahnya serta sopir dan satu orang lainnya mengendarai mobil ke daerah Sumedang untuk melaksanakan rapat NU. Di suatu tempat bernama desa Cimindi yang terletak antara Cimahi-Bandung, mobil yang ditumpanginya mengalami kecelakaan. Gus Dur berhasil diselamatkan. Akan tetapi ayahnya, KH Abdul Wahid Hasyim meninggal dunia.
Baca selanjutnya.......