SHALAT TARAWIH VERSI AHLUSSUNNAH WAL JAMAAH
Ayo Ngaji...
SHALAT TARAWIH VERSI AHLUSSUNNAH WAL JAMAAH
Oleh : Muhammad Muzakka Al-Bangilani
Kitab Kasyfu At-Tabarih Fi Bayani Sholat At-Tarawih
Karya : Syekh Abul Fadlol bin Abdul Syakur Senori Tuban
Menjelaskan jumlah rakaat shalat tarawih beserta dalil-dalilnya
📗بسم الله الرحمن الرحيم📗
الحمد لله الحق المبين، القوي المتين، الذي أخرج قوما من ظلمات الجهل، وجعلهم من المهتدين، وترك آخرين في مهات الضلالات، وجعلهم من الغاوين. والصلاة والسلام على سيدنا محمد إمام المتقين، وأفضل الشافين، وعلى آله وأصحابه أجمعين.
أما بعد فهذه رسالة سميتها كشف التباريح في بيان صلاة التراويح. والذي حملني على تأليفها أني سمعت أن طائفة من الناس قالوا: إن فعل صلاة التراويح عشرين ركعة بدعة مذمومة، خارجة عن السنة، وإن الصواب فعلها ثماني ركعات معللا بأنه فعل النبي صلى الله عليه وسلم. فلما سمع الناس هذه المقالة، كثر التسائل بينهم عن هذه، وأوقعت كثيرا منهم في الدهشة والحيرة. وكادوا يزيغون عن طريق السلف الصالحين الخيرة، لما كانوا في غفلة وتفريط عن تفتيش أدلة الأحكام في هذه الأزمان المتأخرة، وكانوا في رقدة عن ترقيم الهمم إلى معرفة الأدلة المتكاثرة، فناجتني نفسي أن دراك الناس دراك من قبل أن يتردوا في مهاوي الردي وحفر الهلاك، فأجبته مستعينا بالله ومعتمدا عليه، وهو حسب كل من استند إليه، فأقول مستمدا لديه:
Bismillaahirrohmaanirrohiim...
Segala puji milik Allah Al-Haq Al-Mubin, Al-Qowiyyu Al-Mathin, Dzat yang telah mengeluarkan kaum [manusia] dari gelapnya kebodohan dan menjadikan mereka golongan orang-orang yang mendapatkan petunjuk, Yang meninggalkan sebagian yang lain dalam jurang kesesatan dan menjadikan mereka golongan orang-orang yang menyimpang. Sholawat dan salam semoga tetap tercurahkan kepada Sayyidinaa Muhammad sang pemimpin orang-orang yang bertaqwa dan Sang penyembuh paling utama, dan kepada segenap keluarga dan sahabatnya semuanya.
Dan setelah membaca basmalah, sholawat dan salam,,, ini adalah risalah yang saya beri nama "Kasyfu At-Tabarih Fi Bayani Sholat At-Tarawih". Yang mendorong saya untuk mengarang kitab ini adalah karena saya mendengar bahwa sebagian kelompok manusia mengatakan : "Sesungguhnya melakukan sholat Tarawih 20 rakaat adalah bid'ah yang tercela, yang keluar dari sunah, dan yang benar adalah melakukannya 8 rakaat dengan beralasan bahwasannya [8 rakaat] itu adalah apa yang telah dilakukan Nabi Shollallahu Alaihi Wasallam" . Maka setelah orang-orang mendengar maqolah ini, banyak diantara mereka yang saling mempertanyakan dan membuat kebanyakan dari mereka tercengang dan kebingungan sehingga hampir keluar dari jalan Salafus Sholihin yang merupakan orang-orang pilihan. Dan ketika mereka dalam keadaan lalai dan ceroboh untuk mengoreksi dalil-dalil hukum pada zaman akhir ini, dalam keadaan tertidur [tidak punya] keinginan untuk mengetahui dalil-dalil yang begitu banyak, Maka hatiku membisikiku "susullah orang-orang, susullah" sebelum mereka terjerumus didalam kebinasaan dan kerusakan. Maka Aku jawab semua itu dengan meminta tolong pada Allah dan bersandar padanya, Dialah kecukupan setiap orang yang bersandar kepadanya. Lalu Aku mengatakan dalam keadaan bersandar dihadapanNya :
الباب الأول في الأخبار الواردة في صلاة التراويح
منها ما رواه أبو هريرة رضي الله عنه عن النبي صلى الله عليه وسلم انه قال : { مَنْ قَامَ رَمَضَانَ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ } رواه الشيخان وأبو داود وابن ماجه ومالك في الموطأ.
BAB I
Beberapa Hadits tentang Sholat Tarawih
Diantaranya hadits riwayat dari Abu Hurairah RA dari Nabi Shollallahu Alaihi Wasallam bahwa beliau bersabda: "Barang siapa yang melakukan shalat tarawih dengan iman (membenarkan bahwa itu Haq bisa digapai fadhilahnya) dan ihtisab (hanya karena Allah, bukan karena ingin dilihat orang lain, atau ikhlas) maka akan diampuni dosa-dosanya yang telah berlalu". [HR. Bukhori Muslim, Abu Daud, Ibnu Majah, Imam Malik dalam kitab Muwattho'].
ومنها ما روته عائشة رضي الله عنها : { أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ صَلَّى ذَاتَ لَيْلَةٍ فِي الْمَسْجِدِ فَصَلَّى بِصَلَاتِهِ نَاسٌ ثُمَّ صَلَّى مِنْ الْقَابِلَةِ فَكَثُرَ النَّاسُ ثُمَّ اجْتَمَعُوا مِنْ اللَّيْلَةِ الثَّالِثَةِ أَوْ الرَّابِعَةِ فَلَمْ يَخْرُجْ إِلَيْهِمْ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَلَمَّا أَصْبَحَ قَالَ : "قَدْ رَأَيْتُ الَّذِي صَنَعْتُمْ وَلَمْ يَمْنَعْنِي مِنْ الْخُرُوجِ إِلَيْكُمْ إِلا أَنِّي خَشِيتُ أَنْ تُفْرَضَ عَلَيْكُمْ"، وَذَلِكَ فِي رَمَضَانَ }.
Hadits yang diriwayatkan dari Sayyidah Aisyah Radliyallahu Anha { bahwa suatu malam Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam shalat di masjid, lalu orang-orang pun ikut shalat di belakang beliau. Kemudian beliau shalat lagi di malam berikutnya. Maka orang-orang yang ikut pun semakin banyak. Kemudian mereka berkumpul di masjid di malam yang ketiga atau keempat. Namun ternyata Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam tidak keluar. Ketika pagi hari beliau bersabda: "aku melihat apa yang kalian lakukan semalam dan tidak ada yang menghalangiku untuk keluar kecuali aku khawatir shalat tersebut diwajibkan atas kalian”. Perawi mengatakan: “itu di bulan Ramadhan” (HR. Bukhari no. 1129, Muslim no. 761).
ومنها ما روته عائشة رضي الله عنها : { أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ خَرَجَ لَيْلَةً مِنْ جَوْفِ اللَّيْلِ فَصَلَّى فِي الْمَسْجِدِ وَصَلَّى رِجَالٌ بِصَلَاتِهِ فَأَصْبَحَ النَّاسُ فَتَحَدَّثُوا فَاجْتَمَعَ أَكْثَرُ مِنْهُمْ فَصَلَّى فَصَلَّوْا مَعَهُ فَأَصْبَحَ النَّاسُ فَتَحَدَّثُوا فَكَثُرَ أَهْلُ الْمَسْجِدِ مِنْ اللَّيْلَةِ الثَّالِثَةِ فَخَرَجَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَصَلَّى فَصَلَّوْا بِصَلَاتِهِ فَلَمَّا كَانَتْ اللَّيْلَةُ الرَّابِعَةُ عَجَزَ الْمَسْجِدُ عَنْ أَهْلِهِ حَتَّى خَرَجَ لِصَلَاةِ الصُّبْحِ فَلَمَّا قَضَى الْفَجْرَ أَقْبَلَ عَلَى النَّاسِ فَتَشَهَّدَ ثُمَّ قَالَ أَمَّا بَعْدُ فَإِنَّهُ لَمْ يَخْفَ عَلَيَّ مَكَانُكُمْ وَلَكِنِّي خَشِيتُ أَنْ تُفْتَرَضَ عَلَيْكُمْ فَتَعْجِزُوا عَنْهَا" }. رواه البخاري
Hadits yang diriwayatkan dari Sayyidah ‘Aisyah Radliyallahu Anhaa, { bahwa Rasulullah saw pada suatu malam keluar di tengah malam lalu beliau melaksanakan shalat di masjid, kemudian orang-orang mengikuti dan shalat bersama beliau . Pada waktu paginya orang-orang membicarakan kejadian tersebut. Kemudian (pada malam berikutnya) orang-orang yang berkumpul bertambah banyak lalu ikut shalat dengan beliau. Dan pada waktu paginya orang-orang kembali membicarakan kejadian tersebut. Kemudian pada malam yang ketiga orang-orang yang hadir di masjid semakin bertambah banyak lagi, lalu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam keluar untuk shalat dan mereka shalat bersama beliau. Kemudian pada malam yang keempat, masjid sudah penuh dengan jama’ah hingga akhirnya beliau keluar hanya untuk shalat Subuh. Setelah beliau selesai melakukan shalat Fajar, beliau menghadap orang-orang dan membaca syahadat lalu bersabda: “Amma ba’du, sesungguhnya aku bukannya tidak tahu keberadaan kalian (semalam). Akan tetapi aku takut shalat tersebut akan diwajibkan atas kalian, lalu kalian tidak mampu }”. [HR. Bukhari]
ومنها ما روته عائشة رضي الله عنها : { أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ خَرَجَ مِنْ جَوْفِ اللَّيْلِ فَصَلَّى فِي الْمَسْجِدِ فَصَلَّى رِجَالٌ بِصَلَاتِهِ فَأَصْبَحَ النَّاسُ يَتَحَدَّثُونَ بِذَلِكَ فَاجْتَمَعَ أَكْثَرُ مِنْهُمْ فَخَرَجَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي اللَّيْلَةِ الثَّانِيَةِ فَصَلَّوْا بِصَلَاتِهِ فَأَصْبَحَ النَّاسُ يَذْكُرُونَ ذَلِكَ فَكَثُرَ أَهْلُ الْمَسْجِدِ مِنْ اللَّيْلَةِ الثَّالِثَةِ فَخَرَجَ فَصَلَّوْا بِصَلَاتِهِ فَلَمَّا كَانَتْ اللَّيْلَةُ الرَّابِعَةُ عَجَزَ الْمَسْجِدُ عَنْ أَهْلِهِ فَلَمْ يَخْرُجْ إِلَيْهِمْ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَطَفِقَ رِجَالٌ مِنْهُمْ يَقُولُونَ الصَّلَاةَ فَلَمْ يَخْرُجْ إِلَيْهِمْ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ حَتَّى خَرَجَ لِصَلَاةِ الْفَجْرِ فَلَمَّا قَضَى الْفَجْرَ أَقْبَلَ عَلَى النَّاسِ ثُمَّ تَشَهَّدَ فَقَالَ "أَمَّا بَعْدُ فَإِنَّهُ لَمْ يَخْفَ عَلَيَّ شَأْنُكُمْ اللَّيْلَةَ وَلَكِنِّي خَشِيتُ أَنْ تُفْرَضَ عَلَيْكُمْ صَلَاةُ اللَّيْلِ فَتَعْجِزُوا عَنْهَا" }. رواه مسلم
Hadits riwayat dari Sayyidah Aisyah Radliyallahu Anhaa {bahwa Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam keluar ditengah malam lalu shalat di masjid. Kemudian beberapa orang sahabatpun bermakmum kepada beliau. Di pagi hari, orang-orang membicarakan hal tersebut sehingga berkumpullah orang yang banyak di masjid. Kemudian Rasulullah Shollallahu Alaihi Wasallam keluar lagi untuk shalat di malam yang kedua, orang-orangpun bermakmum kepada beliau. Di pagi hari, orang-orangpun membicarakan hal tersebut. Sehingga bertambah banyaklah orang-orang di masjid pada malam yang ketiga. Kemudian Rasulullah shallallahualaihiwasallam keluar lagi untuk shalat dan orang-orangpun bermakmum kepada beliau. Di malam yang keempat, masjid tidak lagi bisa menampung orang-orang dan Rasulullah shallallahualaihiwasallam belum juga keluar, hingga datang waktu subuh baru beliau keluar. Setelah selesai shalat subuh Nabi menghadap kepada orang-orang (untuk berkhutbah), beliau membaca syahadat, lalu berkata: ‘amma ba’du, apa yang kalian lakukan tadi malam tidaklah samar bagiku. Namun aku khawatir shalat malam diwajibkan atas kalian, sehingga kalian merasa tidak bisa melakukannya’”. [HR. Muslim]
ومنها ما رواه أبو هريرة رضي الله عنه قال : { كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُرَغِّبُ فِي قِيَامِ رَمَضَانَ مِنْ غَيْرِ أَنْ يَأْمُرَهُمْ فِيهِ بِعَزِيمَةٍ فَيَقُولُ مَنْ قَامَ رَمَضَانَ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ فَتُوُفِّيَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَالْأَمْرُ عَلَى ذَلِكَ ثُمَّ كَانَ الْأَمْرُ عَلَى ذَلِكَ فِي خِلَافَةِ أَبِي بَكْرٍ وَصَدْرًا مِنْ خِلَافَةِ عُمَرَ }. رواه الشيخان وأبو داود ، وفي هذا القدر كفاية
Hadits riwayat dari sahabat Abu Hurairah, beliau berkata : {Rasulullah SAW menganjurkan shalat tarawih Ramadhan kepada mereka (para shahabat), tanpa perintah wajib. Beliau bersabda: "Barangsiapa mengerjakan shalat tarawih karena iman dan mengharap pahala, niscaya diampuni dosanya yang telah lalu. Lalu Rasulullah wafat dan perkara tersebut tetap dalam keadaan seperti itu. Kemudian perkara tersebut juga tetap seperti itu sampai kepemimpinan Sayyidina Abu Bakar RA dan awal kepemimpinan Sayyidina Umar RA, (HR.Bukhori Muslim, Abu Daud).
الباب الثاني في كيفية صلاة التراويح
BAB II
Tata Cara Shalat Tarawih
روى البخاري في صحيحه عن أبي هريرة رضي الله عنه قال: { مَنْ قَامَ رَمَضَانَ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ } قال ابن شهاب : { فَتُوُفِّيَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَالْأَمْرُ عَلَى ذَلِكَ ثُمَّ كَانَ الْأَمْرُ عَلَى ذَلِكَ فِي خِلَافَةِ أَبِي بَكْرٍ وَصَدْرًا مِنْ خِلَافَةِ عُمَرَ رَضِيَ اللّٰهُ عَنْهُمَا }. قال القسطلاني : يعني على ترك الجماعة في التراويح اهــ .
Imam Bukhori meriwayatkan dalam shohihnya dari Abu Hurairah RA, beliau berkata: { Barangsiapa melaksanakan shalat tarawih dengan Iman dan mengharap pahala dari Allah, maka akan diampuni dosa-dosanya yang telah berlalu } Ibnu Syihab mengatakan: { lalu setelah Rasulullah Shollallahu Alaihi Wasallam wafat, keadaannya tetap seperti itu. Keadaan tersebut berlanjut seperti itu hingga masa kepemimpinan Sayyidina Abu Bakar As-Shiddiq dan pada masa awal kepemimpinan Sayyidina Umar Radliyallahu Anhuma }. Imam Al-Qostholani berkata: "keadaan yang tetap tersebut maksudnya adalah tidak dilaksanakannya shalat tarawih dengan berjamaah".
وروى البخاري في صحيحه ومالك في الموطأ عن عبد الرحمن بن القاري أنه قال: { خَرَجْتُ مَعَ عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ لَيْلَةً فِي رَمَضَانَ إِلَى الْمَسْجِدِ ، فَإِذَا النَّاسُ أَوْزَاعٌ مُتَفَرِّقُونَ [ أي جاماعات متفرقون اهــ قسطلاني ] ، يُصَلِّي الرَّجُلُ لِنَفْسِهِ ، وَيُصَلِّي الرَّجُلُ فَيُصَلِّي بِصَلَاتِهِ الرَّهْطُ ، فَقَالَ عُمَرُ : إِنِّي أَرَى لَوْ جَمَعْتُ هَؤُلَاءِ عَلَى قَارِئٍ وَاحِدٍ لَكَانَ أَمْثَلَ ، ثُمَّ عَزَمَ فَجَمَعَهُمْ عَلَى أُبَيِّ بْنِ كَعْبٍ ، ثُمَّ خَرَجْتُ مَعَهُ لَيْلَةً أُخْرَى وَالنَّاسُ يُصَلُّونَ بِصَلَاةِ قَارِئِهِمْ ، قَالَ عُمَرُ : نِعْمَ الْبِدْعَةُ هَذِهِ ، وَالَّتِي يَنَامُونَ عَنْهَا أَفْضَلُ مِنَ الَّتِي يَقُومُونَ يُرِيدُ آخِرَ اللَّيْلِ ، وَكَانَ النَّاسُ يَقُومُونَ أَوَّلَهُ }
Imam Bukhori meriwayatkan dalam shohihnya, Imam Malik dalam kitab muwattha' dari Abdurrahman bin Al-Qori, beliau berkata : { Aku keluar bersama 'Umar bin Al Khattab Radliyallahu 'Anhu pada suatu malam dibulan Ramadhan menuju masjid, ternyata orang-orang shalat berkelompok-kelompok secara terpisah-pisah, ada yang shalat sendiri dan ada seorang yang shalat diikuti oleh ma'mum yang jumlahnya kurang dari sepuluh orang.
Maka 'Umar berkata: Aku pikir seandainya mereka semuanya shalat berjama'ah dengan dipimpin satu orang imam, itu lebih baik. Kemudian Umar memantapkan keinginannya itu lalu mengumpulkan mereka dalam satu jama'ah yang dipimpin oleh Ubbay bin Ka'ab.
Kemudian aku keluar lagi bersamanya pada malam yang lain dan ternyata orang-orang shalat dalam satu jama'ah dengan dipimpin seorang imam yang bagus bacaannya , lalu 'Umar berkata: "Sebaik-baiknya bid'ah adalah ini".
Dan mereka yang tidur terlebih dahulu adalah lebih baik daripada yang shalat awal malam, yang ia maksudkan untuk mendirikan shalat di akhir malam, sedangkan orang-orang secara umum melakukan shalat pada awal malam" }.
وإذا تأملت هذين الحديثين عرفت أن ظاهرهما يدل على أن التراويح لا تصلى جماعة بعد تلك الليالي الأربع في زمن النبي صلى الله عليه وسلم إلى أن جمعهم عمر على إمام واحد، ولذا ذهب العلماء المتقدمين إلى أن فعلها فرادى في البيت أفضل لكونه عليه الصلاة والسلام واظب على ذلك، وتوفي والأمر على ذلك حتى مضى صدر من خلافة عمر. وقد اعترف عمر رضي الله عنه بأنها [ اي الجماعة في التراويح ] مفضولة كما مر. وبهذا قال مالك وابو يوسف وبعض الشافعية. وذهب آخرون إلى أن الأفضل فيها ان تفعل في المسجد جماعة لكونه صلى الله عليه وسلم صلى معه ناس في تلك الليالي وأقرهم على ذلك، وإنما تركه لمعنى قد أمن بوفاته صلى الله عليه وسلم وهو خشية الإفتراض. وبهذا قال الشافعي وجمهور أصحابه وابو حنيفة واحمد وبعض المالكية.
Dan ketika kamu mengangan-angan dua hadits diatas, maka kamu akan mengetahui bahwa dohir kedua hadits tersebut menunjukkan bahwasanya shalat tarawih itu tidak dilaksanakan secara berjamaah setelah 4 malam tersebut pada masa Nabi Muhammad Shollallahu Alaihi Wasallam masih hidup sampai pada masa Sayyidina Umar mengumpulkan mereka dengan satu imam, dan karena alasan inilah para Ulama Mutaqoddimin [terdahulu] berpendapat bahwa melaksanakannya sendirian dirumah itu lebih utama karena Rasulullah alaihissholatu wassalam melanggengkan hal itu hingga beliau wafat dan keadaannya terus seperti itu sampai usai masa awal kepemimpinan Sayyidina Umar. Dan Sayyidina Umar Radliyallahu telah mengakui bahwa jamaah didalam shalat tarawih itu diutamakan sebagaimana keterangan yang telah lewat. Dan inilah yang dikatakan oleh Imam Malik, Abu Yusuf, dan sebagian dari Syafiiyyah. Adapun sebagian Ulama yang lain berpendapat bahwa yang lebih utama sholat Tarawih itu dikerjakan dimasjid secara berjamaah karena Rasulullah Shollallahu Alaihi Wasallam shalat dan diikuti oleh para sahabat pada malam-malam itu dan beliau menyatakan hal itu, hanya saja beliau meninggalkan hal itu karena alasan lain yang mana setelah wafatnya beliau Shollallahu Alaihi Wasallam alasan itu telah aman, yakni khawatir diwajibkan, dan pendapat ini dikatakan oleh Imam Syafi'i dan mayoritas pengikutnya, Imam Abu Hanifah, Imam Ahmad, dan sebagian Malikiyah.
وقد روي ابن أبي شيبة فعله عن علي وابن مسعود وأبي بن كعب وسويد بن غفلة وزاذان وابي البختري واستمر عليه عمل الصحابة وسائر المسلمين، وصار من الشعائر الظاهرة كصلاة العيد.
Dan Ibnu Abi Syaibah telah meriwayatkan pelaksanaan shalat tarawih berjamaah dimasjid dari Sayyidina Ali, sahabat ibnu Mas'ud, Ubai bin Ka'ab, Suwaid bin Ghofalah, Zaadan, Abi Al-Bakhtari. Yang dilakukan para sahabat dan sekalian kaum muslimin terus seperti itu hingga menjadi syi'ar yang jelas seperti shalat ied.
Adapun ucapan Sayyidina Umar RA: { Dan mereka yang tidur terlebih dahulu adalah lebih baik daripada yang shalat awal malam } itu bukan mengunggulkan shalat tarawih secara sendirian, bukan pula mengunggulkan pelaksanaannya dirumah, namun mengunggulkan dikerjakan diakhir malam daripada diawal malam sebagaimana yang dijelaskan oleh perowi dengan perkataannya: { yang ia maksudkan untuk mendirikan shalat di akhir malam }. Kemudian boleh saja dikatakan : "Sesungguhnya yang dikehendaki adalah bahwa shalat tarawih itu tidak dilaksanakan secara berjamaah dimasjid dengan diimami satu imam, namun orang-orang melaksanakannya secara berjamaah berkelompok-kelompok dengan banyak imam, sebagaimana yang diisyarahkan oleh hadits yang telah lewat dikatakan: { dan ketika itu orang-orang terbagi menjadi beberapa kelompok yang terpisah-pisah }, dan senada dengan ini adalah hasits yang diriwayatkan oleh Imam Abu Daud dalam Sunahnya, dari Sayyidah Aisyah Radliyallahu Anha bahwa beliau berkata: ".
وأما قول عمر رضي الله عنه: { وَالَّتِي يَنَامُونَ عَنْهَا أَفْضَلُ مِنَ الَّتِي يَقُومُون } فليس فيه ترجيح الإنفراد، ولا ترجيح فعلها في البيت، وإنما فيه ترجيح آخر الليل على أوله كما صرح به الراوي بقوله: { يُرِيدُ آخِرَ اللَّيْلِ }. ثم لقائل ان يقول: إن المراد بأنها لا تصلى جماعة في المسجد بإمام واحد. وإنما فعلها الناس جماعات بأئمة كثيرة كما أشار إليه الحديث المتقدم ذكر بقوله: { فَإِذَا النَّاسُ أَوْزَاعٌ مُتَفَرِّقُون }، وبهذا ما رواه أبو داود في سنته عن عائشة رضي الله عنها قالت: { كَانَ النَّاسُ يُصَلُّونَ فِي الْمَسْجِدِ فِي رَمَضَانَ أَوْزَاعًا فَأَمَرَنِي رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَضَرَبْتُ لَهُ حَصِيرًا فَصَلَّى عَلَيْهِ بِهَذِهِ الْقِصَّةِ قَالَتْ فِيهِ قَالَ تَعْنِي النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَيُّهَا النَّاسُ أَمَا وَاللَّهِ مَا بِتُّ لَيْلَتِي هَذِهِ بِحَمْدِ اللَّهِ غَافِلًا وَلَا خَفِيَ عَلَيَّ مَكَانُكُمْ }
{ Biasanya orang-orang mengerjakan shalat di masjid pada bulan Ramadhan secara terpisah, lalu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam memerintahkanku (untuk menghamparkan tikar), maka aku pun menghamparkan tikar untuk beliau, lalu beliau shalat di atas tikar tersebut…” seperti kisah dalam hadits ini, Aisyah berkata; “Beliau yaitu Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Wahai sekalian manusia, demi Allah, segala puji bagi Allah, tidaklah aku lalai pada malam hariku ini, dan tidak pula tempat kalian samar bagiku }.
وما رواه أبو داود في سنته أيضا عن أبي هريرة رضي الله عنه قال: { خَرَجَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَإِذَا النَّاسُ فِي رَمَضَانَ يُصَلُّونَ فِي نَاحِيَةِ الْمَسْجِدِ . فَقَالَ : مَا هَؤُلَاءِ ؟ فَقِيلَ : هَؤُلَاءِ نَاسٌ لَيْسَ مَعَهُمْ قُرْآنٌ ، وَأُبَيُّ بْنُ كَعْبٍ يُصَلِّي بِهِمْ ، وَهُمْ يُصَلُّونَ بِصَلَاتِهِ . فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : أَصَابُوا ، وَنِعْمَ مَا صَنَعُوا }.
قال أبو داود: ليس هذا الحديث بالقوي، مسلم بن خالد ضعيف اهـــ وقال شارح الإحياء: والشافعي يوثقه اهـــ .
Dan juga hadits yang diriwayatkan oleh Imam Abu Daud dalam Sunahnya juga dari sahabat Abu Hurairah Radliyallahu Anhu, beliau berkata: { Rasulullah SAW keluar dan melihat orang-orang di bulan Ramadhan melakukan Sholat di Masjid maka beliau bertanya : Apa yang mereka lakukan? Ada yang menjawab : Mereka adalah orang-orang yang tidak mempunyai (hafalan) Al-Qur’an sehingga mereka berma’mum kepada Ubay Bin Ka’ab, kemudian Rasulullah SAW bersabda : Sungguh benar apa yang mereka lakukan dan itulah sebaik-baik perbuatan yang mereka lakukan }.
Imam Abu Daud berkata: Hadits ini tidaklah kuat, Muslim bin Kholid itu lemah. Orang yang mensyarahi kitab Ihya' mangatakan: "Imam Syafi'i menyatakannya [yakni Muslim bin Kholid] tsiqqoh [dapat dipercaya].
ففي هذين الحديثين إثبات الجماعة في التراويح وإبطال من زعم أنها محدثة. فإذا عرفت ذاك فالذي سماه عمر رضي الله عنه بقوله: { نِعْمَ الْبِدْعَةِ هَذِهِ } إنما هو جمع الناس على إمام واحد في المسجد، لا الجماعة في التراويح. والله اعلم.
Dua hadits tersebut menetapkan pelaksanaan jamaah dalam shalat Tarawih dan membatalkan pernyataan orang yang mengatakan bahwa melakukan shalat tarawih secara berjamaah itu merupakan hal yang baru. Ketika kalian mengetahui hal itu, maka apa yang telah disebutkan oleh Sayyidina Umar Radliyallahu Anhu dengan perkataannya: { Sebaik-baiknya bid'ah adalah ini } itu adalah mengumpulkan orang-orang dengan diimami oleh satu orang, bukan berjamaah dalam shalat tarawih. Wallahu A'lam.
الباب الثالث في عدد ركعات التراويح
BAB III
Jumlah Rakaat Shalat Tarawih
إذا نظرنا في الأحاديث الواردة في صلاة التراويح التي منها ما قدمناه في البابين الأول والثاني وتأملناها حق التأمل لم نجد فيها نصا على عدد ركعاتها إلا ما رواه ابن أبي شيبة والبيهقي في سننه عن ابن عباس رضي الله عنهما قال: { كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُصَلِّي فِي رَمَضَانَ بِعِشْرِينَ رَكْعَةً وَالْوَتْرَ }
وما رواه ابن حبان عن جابر: { صَلَّى بِنَا رَسُول اللَّه ﷺ فِي رَمَضَان ثَمَان رَكَعَات ثُمَّ أَوْتَرَ، فَلَمَّا كَانَتْ الْقَابِلَة اِجْتَمَعْنَا فِي الْمَسْجِد وَرَجَوْنَا أَنْ يَخْرُج إِلَيْنَا حَتَّى أَصْبَحْنَا، ثُمَّ دَخَلْنَا فَقُلْنَا : يَا رَسُول اللَّه } الْحَدِيث.
Jika kita renungi dan pahami hadits-hadits yang datang menjelaskan shalat tarawih yang mana sebagiannya adalah hadits telah kami jelaskan dalam dua bab I dan II dan kita angan-angan dengan sebenar-benarnya, maka kita tidak akan menemukan nash yang menjelaskan jumlah rakaat shalat tarawih kecuali hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah dan Imam Baihaqi dan Sunahnya dari Ibnu Abbas Radliyallahu Anhuma, beliau berkata: { Rasulullah Shollallahu Alaihi Wasallam melaknasakan shalat tarawih dibulan ramadhan sebanyak 20 rakaat dan ditambah shalat witir }.
Dan hadits yang diriwayatkan Imam Ibnu Hibban dari sahabat Jabir, beliau berkata: ”Rasulullah Shollallahu Alaihi Wasallam shalat dengan kami pada malam Ramadhan delapan rakaat lalu mengerjakan shalat witir. Maka ketika malam berikutnya kami berkumpul didalam masjid dan berharap beliau akan keluar kepada kami, dan kami terus menerus dimasjid sampai pagi, kemudian kami masuk dan berkata kepada beliau: "Yaa Rasulullah} al-hadits. [Lanjutannya: kami berharap engkau keluar kepada kami dan engkau shalat dengan kami, maka beliau bersabda: "Saya tidak senang witir diwajibkan atas kalian’'].
وما رواه البخاري وغيره عن عائشة رضي الله عنها: { أن أَبَِا سَلَمَةَ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ سَأَلَ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا كَيْفَ كَانَتْ صَلَاةُ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي رَمَضَانَ فَقَالَتْ مَا كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَزِيدُ فِي رَمَضَانَ وَلَا فِي غَيْرِهِ عَلَى إِحْدَى عَشْرَةَ رَكْعَةً يُصَلِّي أَرْبَعًا فَلَا تَسَلْ عَنْ حُسْنِهِنَّ وَطُولِهِنَّ ثُمَّ يُصَلِّي أَرْبَعًا فَلَا تَسَلْ عَنْ حُسْنِهِنَّ وَطُولِهِنَّ ثُمَّ يُصَلِّي ثَلَاثًا قَالَتْ عَائِشَةُ فَقُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَتَنَامُ قَبْلَ أَنْ تُوتِرَ فَقَالَ يَا عَائِشَةُ إِنَّ عَيْنَيَّ تَنَامَانِ وَلَا يَنَامُ قَلْبِي }
Hadits yang diriwayatkan Imam Bukhori dan lainnya dari Sayyidah Aisyah Radliyallahu Anha : { sesungguhnya Abu Salamah bin Abdurrahman bertanya kepada Sayyidah Aisyah Radliyallahu Anha, "Bagaimana shalat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam di bulan Ramadlan?" ‘Aisyah lantas menjawab, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam tidak melakukan shalat lebih dari sebelas rakaat, baik pada bulan Ramadlan maupun lainnya. Beliau shalat empat rakaat, jangan kamu tanya bagus dan panjangnya. Beliau shalat empat rakaat, jangan kamu tanya bagus dan panjangnya. Setelah itu beliau shalat tiga rakaat.” Aisyah meneruskan ucapannya, “Aku lalu bertanya, ‘Wahai Rasulullah, apakah anda tidur sebelum berwitir? ‘ beliau menjawab: “Wahai Aisyah, sesungguhnya kedua mataku tidur tapi hatiku tidak” }.
فهذه الأحاديث الأربعة على تعارضها لا تخلو عن مقال في إسناد بعضها وعن احتمال في البعض الآخر . وإذا تعارضت الأدلة تساقطت ووجب العدول إلى غيرها. وكذا إذا طرأ الإحتمال على وقائع الأحوال كساها ثوب الإحتمال وسقط بها الإستدلال.
Keempat Hadits ini, meskipun saling bertentangan, tidak akan sepi dari pembahasan terkait menyandarkan sebagiannya dan mengarahkan sebagiannya pada sebagian yang lain. Dan ketika dalil-dalilnya bertentangan, maka menjadi gugur dan wajib pindah pada yang lain. Begitu juga ketika baru datang suatu kemungkinan atas keadaan-keadaan yang terjadi dilapangan, maka kemungkinan yang diumpamakan dengan pakaian itu bisa membungkus dalil-dalil tersebut dan gugurlah untuk menjadikannya sebagai dalil.
فإذا عرفت ذلك فاعلم أن حديث ابن عباس المذكور ضعفه البيهقي وغيره، وأنه مع ضعفه معارض بالأحاديث الثلاثة المذكورة، فلا تقوم به الحجة.
Kemudian ketika kalian mengetahui itu, ketahuilah bahwa hadits riwayat Ibnu Abbas yang telah disebutkan itu dianggap dlaif oleh Imam Baihaqi dan lainnya. Dan bahwa selain dengan status dlaif nya, juga bertentangan dengan tiga hadits yang disebutkan, maka tidak bisa dijadikan sebagai hujjah.
وأما حديث جابر رضي الله عنه فإن كانت القصة فقد احتمل أن جابرا ممن جاء في الليلة الثانية. فلذا اقتصر على وصف ليلتين كما قاله الزرقاني في شرح الموطأ. واحتمل أن جابرا رضي الله عنه جاء إلى المسجد ولم يبق من صلاته صلى الله عليه وسلم إلا ثمان ركعات ،فأخبر عما أدركه ورآه مع أنه لم ينف الزائد عليها، بل ولو نفاه أيضا لم تقم به الحجة لذلك الإحتمال كما نفى أنس رضي الله عنه رفعه صلى الله عليه وسلم يديه في الدعاء إلا في الاستسقاء مع أن غيره روى عنه صلى الله عليه وسلم رفع اليدين في غير الاستسقاء، كرفعه صلى الله عليه وسلم يديه عند الدعاء ببدر وغير ذلك.
وكما أنكرت عائشة رضي الله عنها أن النبي صلى الله عليه وسلم بال قائما مع أن غيرها روى عنه صلى الله عليه وسلم أنه اتى سباطة قوم فبال قائما كما رواه الشيخان ،فلم تقم الحجة بنفي أنس ولا بإنكار عائشة رضي الله عنهما.
Adapun hadits riwayat Jabir Radliyallahu Anhu, seandainya kisahnya benar-benar ada, maka ada kemungkinan bahwa Jabir adalah orang yang datang pada malam kedua. Maka dari itulah beliau meringkas dengan sifat dua malam sebagaimana yang dikatakan Imam Az-Zurqoni dalam Syarah Muwattha'. Dan juga kemungkinan sahabat Jabir Radliyallahu Anhu datang ke masjid dan tidak tersisa dari shalatnya Rasulullah Shollallahu Alaihi Wasallam kecuali delapan rakaat, maka beliau memberi kabar dari apa yang ia temukan dan apa yang ia lihat, yang mana hal itu tidak menafikan lebih dari delapan rakaat. Bahkan seandainyapun menafikan, juga tidak bisa dijadikan sebagai hujjah karena ada kemungkinan tersebut, sebagaimana sahabat Anas Radliyallahu Anhu menafikan Rasulullah mengangkat kedua tangan beliau saat berdoa kecuali dalam shalat istisqo'. Disisi lain, ada perowi lain yang meriwayatkan dari Rasulullah Shollallahu Alaihi Wasallam bahwa beliau mengangkat kedua tangan didalam selain istisqo' sebagaimana Rasulullah Shollallahu Alaihi Wasallam mengangkat kedua tangan beliau saat berdoa didalam peristiwa perang badar dan lain-lain.
Sebagaimana juga ketika Sayyidah Aisyah Radliyallahu Anha mengingkari bahwa Rasulullah Shollallahu Alaihi Wasallam buang air kecil dengan berdiri, sedangkan selain Sayyidah Aisyah meriwayatkan dari Rasulullah Shollallahu Alaihi Wasallam bahwa beliau mendatangi sekelompok kaum lalu beliau buang air kecil berdiri sebagaimana yang diriwayatkan Bukhori Muslim. Maka semua itu tidak bisa dijadikan hujjah sebab penafian Anas dan penigingkaran Sayyidah Aisyah Radliyallahu Anhuma.
وأما حديث عائشة المتقدم ذكره فمحمول على الوتر، بدليل حديث البخاري عن عروة عن عائشة رضي الله عنها أنها أخبرته: { أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يُصَلِّي إِحْدَى عَشْرَةَ رَكْعَةً كَانَتْ تِلْكَ صَلَاتَهُ يَسْجُدُ السَّجْدَةَ مِنْ ذَلِكَ قَدْرَ مَا يَقْرَأُ أَحَدُكُمْ خَمْسِينَ آيَةً قَبْلَ أَنْ يَرْفَعَ رَأْسَهُ وَيَرْكَعُ رَكْعَتَيْنِ قَبْلَ صَلَاةِ الْفَجْرِ ثُمَّ يَضْطَجِعُ عَلَى شِقِّهِ الْأَيْمَنِ حَتَّى يَأْتِيَهُ الْمُنَادِي لِلصَّلَاةِ }
Dan adapun hadits riwayat Aisyah yang telah disebutkan, itu diarahkan pada shalat witir. Dengan bukti hadits riwayat Bukhori dari sahabat Urwah dari Aisyah Radliyallahu Anha, beliau memberikan khabar { bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mengerjakan shalat sebelas raka’at, satu sujud shalat Beliau lamanya sepanjang bacaan lima puluh ayat dari kalian sebelum Beliau mengangkat kepalanya, dan beliau melakukan ruku’ dua raka’at (shalat sunnah) sebelum shalat Subuh kemudian Beliau berbaring pada sebelah kanan badan Beliau hingga datang mu’adzin menyerukan shalat }
وحديث الموطأ عن عروة عن عائشة زوج النبي صلى الله عليه وسلم : { أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ ﷺ كَانَ يُصَلِّى مِنَ اللَّيْلِ إِحْدَى عَشْرَةَ رَكْعَةً، يُوتِرُ مِنْهَا بِوَاحِدَةٍ، فَإِذَا فَرَغَ اضْطَجَعَ عَلَى شِقِّهِ الأَيْمَنِ } وبهذا اللفظ أيضا أبو داود.
Dan hadits dalam Muwattha' dari Urwah dari Sayyidah Aisyah Radliyallahu Anha, istri Nabi Shollallahu Alaihi Wasallam : { bahwa Rasulullah Shollallahu Alaihi Wasallam shalat malam sebelas rakaat, diantaranya witir satu rakaat, lalu ketika selesai beliau berbaring pada sisi sebelah kanan badan beliau } dan lafadz ini juga riwayat Abu Daud.
ومع هذا الإحتمال عارضه أحاديث آخر، فمنها ما رواه أبو داود عن القاسم بن محمد عن عائشة رضي الله عنها قالت : { كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُصَلِّي مِنْ اللَّيْلِ عَشْرَ رَكَعَاتٍ وَيُوتِرُ بِسَجْدَةٍ وَيَسْجُدُ سَجْدَتَيْ الْفَجْرِ فَذَلِكَ ثَلَاثَ عَشْرَةَ رَكْعَةً }.
Besertaan adanya kemungkinan ini, ada beberapa hadits lain yang bertentangan. Diantaranya hadits yang diriwayatkan oleh Abu Daud dari Qosim bin Muhammad dari Sayyidah Aisyah Radliyallahu Anha, beliau berkata : { Rasulullah Shollallahu Alaihi Wasallam itu melakukan sholat malam sepuluh rakaat, sholat witir satu rakaat, dan sholat fajar dua rakaat. Jadi semuanya tiga belas rakaat }.
ومنها ما رواه أبو داود أيضا عن عائشة رضي الله عنها قالت : { كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُصَلِّي مِنْ اللَّيْلِ ثَلَاثَ عَشْرَةَ رَكْعَةً يُوتِرُ مِنْهَا بِخَمْسٍ لَا يَجْلِسُ فِي شَيْءٍ مِنْ الْخَمْسِ حَتَّى يَجْلِسَ فِي الْآخِرَةِ فَيُسَلِّمُ }.
Hadits yang juga diriwayatkan oleh Abu Daud dari Sayyidah Aisyah Radliyallahu Anha, beliau berkata: { Rasulullah Shollallahu Alaihi Wasallam biasa mengerjakan shalat malam sebanyak tiga belas raka'at, yang diantara tiga belas rakaat itu beliau mengerjakan witir lima rakaat yang mana beliau tidak duduk pada salah satu rakaat dari lima rakaat tersebut hingga beliau duduk di raka'at terakhir, kemudian beliau salam }.
ومنها ما رواه الشيخان وأبو داود ومالك في الموطأ وابن ماجه عن ابن عباس رضي الله عنهما : { أَنَّهُ بَاتَ عِنْدَ مَيْمُونَةَ زَوْجِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَهِيَ خَالَتُهُ قَالَ فَاضْطَجَعْتُ فِي عَرْضِ الْوِسَادَةِ وَاضْطَجَعَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَأَهْلُهُ فِي طُولِهَا فَنَامَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ حَتَّى إِذَا انْتَصَفَ اللَّيْلُ أَوْ قَبْلَهُ بِقَلِيلٍ أَوْ بَعْدَهُ بِقَلِيلٍ اسْتَيْقَظَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَجَلَسَ يَمْسَحُ النَّوْمَ عَنْ وَجْهِهِ بِيَدِهِ ثُمَّ قَرَأَ الْعَشْرَ الْآيَاتِ الْخَوَاتِمَ مِنْ سُورَةِ آلِ عِمْرَانَ ثُمَّ قَامَ إِلَى شَنٍّ مُعَلَّقَةٍ فَتَوَضَّأَ مِنْهَا فَأَحْسَنَ وُضُوءَهُ ثُمَّ قَامَ يُصَلِّي قَالَ ابْنُ عَبَّاسٍ فَقُمْتُ فَصَنَعْتُ مِثْلَ مَا صَنَعَ ثُمَّ ذَهَبْتُ فَقُمْتُ إِلَى جَنْبِهِ فَوَضَعَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَدَهُ الْيُمْنَى عَلَى رَأْسِي وَأَخَذَ بِأُذُنِي الْيُمْنَى يَفْتِلُهَا فَصَلَّى رَكْعَتَيْنِ ثُمَّ رَكْعَتَيْنِ ثُمَّ رَكْعَتَيْنِ ثُمَّ رَكْعَتَيْنِ ثُمَّ رَكْعَتَيْنِ ثُمَّ رَكْعَتَيْنِ [ قال القعنبي ست مرار ] ثُمَّ أَوْتَرَ ثُمَّ اضْطَجَعَ حَتَّى جَاءَهُ الْمُؤَذِّنُ فَقَامَ فَصَلَّى رَكْعَتَيْنِ خَفِيفَتَيْنِ ثُمَّ خَرَجَ فَصَلَّى الصُّبْحَ } وهذا اللفظ لأبي داود
Termasuk juga hadits riwayat Bukhori Muslim, Abu Daud, Imam Malik dalam Muwattha' dan Ibnu majah dari Ibnu Abbas Radliyallahu Anhuma bahwa dia (Ibnu Abbas) suatu saat tidur di rumah Maimunah istri Nabi saw dan dia (Maimunah) hanya berdua dengan beliau. Dia (Ibnu Abbas) berkata : lalu saya berbaring di bagian wisadah sedangkan Rasulullah saw berbaring bersama keluarganya di biliknya, lalu Rasulullah saw tidur hingga pertengahan malam atau sedikit sebelumnya atau sedikit setelahnya. Rasulullah Shollallahu Alaihi Wasallam bangun lalu duduk serta mengusap wajahnya dengan tangannya untuk mengusir bekas-bekas tidur dari dirinya. Kemudian beliau membaca sepuluh ayat terakhir dari surah Ali Imran, lalu berdiri menuju kantung tempat air, lalu berwudlu dengan air itu dengan wudlu yang sangat sempurna lalu beliau shalat. Ibnu Abbas berkata : maka saya pun berdiri dan melakukan persis seperti apa yang dilakukan beliau, lalu saya pun berdiri di samping beliau, maka Rasulullah saw memegang kepala saya dengan tangan kanan beliau lalu memegang telinga kanan saya seraya menariknya. Kemudian beliau shalat dua rakaat, lalu dua rakaat, lalu dua rakaat, lalu dua rakaat, lalu dua rakaat, lalu dua rakaat, lalu witir, lalu berbaring hingga muadzin mendatangi beliau, lalu beliau berdiri dan shalat dua rakaat yang ringan saja, kemudian beliau keluar (dari biliknya) lalu melaksanakan shalat subuh } lafadznya Abu Daud.
ومنها ما رواه مالك في الموطأ، ومسلم، وأصحاب السنن عن زيد بن خالد الجهني أنه قال: { لَأَرْمُقَنَّ اللَّيْلَةَ صَلَاةَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ، قَالَ : فَتَوَسَّدْتُ عَتَبَتَهُ ، أَوْ فُسْطَاطَهُ فَقَامَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَصَلَّى رَكْعَتَيْنِ طَوِيلَتَيْنِ طَوِيلَتَيْنِ طَوِيلَتَيْنِ ، ثُمَّ صَلَّى رَكْعَتَيْنِ ، وَهُمَا دُونَ اللَّتَيْنِ قَبْلَهُمَا ، ثُمَّ صَلَّى رَكْعَتَيْنِ ، وَهُمَا دُونَ اللَّتَيْنِ قَبْلَهُمَا ، ثُمَّ صَلَّى رَكْعَتَيْنِ ، وَهُمَا دُونَ اللَّتَيْنِ قَبْلَهُمَا ، ثُمَّ صَلَّى رَكْعَتَيْنِ ، وَهُمَا دُونَ اللَّتَيْنِ قَبْلَهُمَا ، ثُمَّ صَلَّى رَكْعَتَيْنِ ، وَهُمَا دُونَ اللَّتَيْنِ قَبْلَهُمَا ، ثُمَّ أَوْتَرَ فَتِلْكَ ثَلَاثَ عَشْرَةَ رَكْعَةً }.
Hadits yang diriwayatkan oleh Imam Malik DALAM miwattha', Imam Muslim, Ashab Sunan dari Zaid bin Kholid Al-Juhhani, bahwa beliau berkata: { Saya akan menyelidiki shalat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pada malam ini.” Zaid bin Khalid Al-Juhani berkata: “lalu Aku tidur di kemah beliau, atau pintunya". Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam kemudian berdiri dan shalat dua rakaat panjang, dua rakaat panjang, dua rakaat panjang. Kemudian beliau shalat dua rakaat yang lebih ringan dari dua rakaat sebelumnya. Beliau shalat dua rakaat yang lebih ringan lagi dari dua rakaat sebelumnya. Beliau shalat dua rakaat yang lebih ringan lagi dari dua rakaat sebelumnya. Lalu beliau shalat dua rakaat yang lebih ringan dari dua rakaat sebelumnya. Kemudian beliau shalat witir, maka genaplah menjadi tiga belas rakaat }.
ولو ذهبنا نعدد الأحاديث المعارضة لحديث عائشة رضي الله عنها المتقدم ذكره، وهو { مَا كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَزِيدُ } الخ، لطال بنا الكلام وفيما ذكرناه كفاية.
Seandainya kita berpendapat memperhitungkan hadits-hadits yang bertentangan dengan hadits Sayyidah Aisyah Radliyallahu Anha yang telah disebutkan, yaitu: { Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam tidak melakukan shalat lebih dari sebelas rakaat } dst..., niscaya akan panjang lebar pembahasan kita. Dan apa yang telah kami jelaskan itu sudah cukup.
ولما كانت تلك الأحاديث معارضة ومحتملة للتأويل لم يقم بها الحجة في إثبات ركعات التراويح لتساقطها. فعدلنا عن الإستدلال بها إلى الدليل القاطع، وهو الإجماع وهو إجماع المسلمين في زمن عمر بن الخطاب رضي الله عنه على فعلها عشرين ركعة. روى البيهقي بإسناد صحيح عن السائب بن يزيد رضي الله عنه قال: { (كَانُوا يَقُومُونَ عَلَى عَهْدِ عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ فِي شَهْرِ رَمَضَانَ بِعِشْرِينَ رَكْعَةً }
Dan ketika hadits-hadits tersebut bertentangan dan ada ihtimal untuk dita'wil, maka tidak bisa dijadikan hujjahe untuk menetapkan jumlah rakaat shalat tarawih karena semua saling menggugurkan. Karena seperti itu, maka kita pindah dari mengambil dalil dari hadits-hadits tersebut menuju dalil yang pasti, yaitu ijma', yakni kesepakatan kaum muslimin pada masa Umar Radliyallahu Anhu tentang pelaksanaan shalat tarawih 20 rakaat. Imam Baihaqi meriwayatkan dengan sanad sohih dari As-Saa'ib bin Yazid Radliyallahu Anhu, beliau berkata: { Mereka melakukan shalat tarawih pada masa Umar bin Khattab Radliyallahu Anhu pada bulan Ramadhan 20 rakaat }
وروى مالك في الموطأ عن يزيد بن رومان، قال: { كَانَ النَّاسُ يَقُومُونَ فِي زَمَانِ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ بِثَلاثٍ وَعِشرِينَ رَكعةً } يعني انهم صلوا التراويح عشرين ركعة ثم اوتروا بثلاث.
Imam Malik meriwayatkan dalam Muwattha' dari Yazid bin Ruman, beliau berkata : { Orang-orang pada masa khalifah Umar bin Khatthab ra melakukan shalat (tarawih dan witir) duapuluh tiga rakaat } maksudnya bahwa mereka malakukan shalat tarawih sebanyak 20 rakaat kemudian witir 3 rakaat.
وروى البيهقي بإسناد صحيح : { أَنَّهُمْ كَانُوا يَقُومُونَ عَلَى عَهْدِ عُمَرَ عِشْرِينَ رَكْعَةً وَعَلَى عَهْدِ عُثْمَانَ وَعَلِيٍّ بِمِثْلِهِ } فصار إجماعا. وقال ابن الهمام : "كونها عشرين ركعة سنة الخلفاء الراشدين اهـــ .
Imam Baihaqi meriwayatkan dengan sanad yang sohih : { bahwasanya mereka para sahabat itu mendirikan shalat tarawih pada masa Sayyidina Umar sebanyak 20 rakaat dan pada masa Sayyidina Utsman dan Sayyidina Ali juga sama } maka sudah menjadi ijma' [konsensus ulama]. Ibu Al-Hammam mengatakan : "Jumlah rakaat shalat tarawih 20 rakaat itu adalah sunah khulafa'ur rasyidin".
وإذا كان الأمر كذلك علمنا أن الذين صلوا التراويح ثمان ركعات مخالفون للإجماع،ومخالف الإجماع إن كان في أمر معلوم من الدين بالضرورة فهو كافر، وإلا فهو فاسق. وهم مخالفون أيضا لسنة الخلفاء الراشدين، ومن خالف سنة الخلفاء الراشدين فقد خالف النبي صلى الله عليه وسلم، لأنه قال: { فَعَلَيْكُمْ بِسُنَّتِيْ وَسُنَّةِ الْخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ الْمُهْدِيِّيْنَ مِنْ بَعْدِيْ } رواه أبو داود والترمذي.
Dan ketika keadaanya seperti itu, maka kita tau bahwa orang-orang yang melakukan shalat tarawih delapan rakaat itu bertentangan dengan ijma' [konsensus ulama] Dan orang yang bertentangan dengan ijma' apabila didalam perkara yang sudah maklum dalam agama dengan ilmu dloruri [pasti] maka orang itu adalah kafir dan apabila tidak seperti itu, maka orang itu adalah fasiq. Dan mereka juga bertentangan dengan sunah khulafa'u ar-rosyidin dan barangsiapa bertentangan dengan sunah khulafa'u ar-rosyidin berarti bertentangan dengan Nabi Muhammad Shollallahu Alaihi Wasallam karena beliau Rasulullah Shollallahu Alaihi Wasallam bersabda: { Berpeganglah pada sunahku dan sunah khulafa'u ar-rosyidin yaitu orang-orang yang memberi petunjuk setelahku } HR. Abu Daud dan Tirmidzi.
Sumber: Nahdlatul Ulama