Biografi Sunan Gunung Jati
Daftar isi
- Orang Tua Sunan Gunung Jati
- Silsilah Sunan Gunung Jati
- Ibu Sunan Gunung Jati
- Pertemuan dengan orang tuanya
- Proses belajar Sunan Gunung Jati
- Pernikahan Sunan Gunung Jati
- Kesultanan Demak
- Gangguan proses Islamisasi
- Perundingan Yang Sangat Menentukan
- Asal Usul Sunan Gunung Jati
- Perjuangan Sunan Gunung Jati
Orang Tua Sunan Gunung Jati
Sunan Gunung Jati atau Syarif Hidayatullah, lahir sekitar 1450 M, namun ada
juga yang mengatakan bahwa beliau lahir pada sekitar 1448 M. Sunan Gunung
Jati adalah salah satu dari kelompok ulama besar di Jawa bernama walisongo.
Sunan Gunung Jati bernama Syarif Hidayatullah, lahir sekitar tahun 1450.
Ayah beliau adalah Syarif Abdullah bin Nur Alam bin Jamaluddin Akbar.
Jamaluddin Akbar adalah seorang Muballigh dan Musafir besar dari Gujarat,
India yang sangat dikenal sebagai Syekh Maulana Akbar bagi kaum Sufi di
tanah air. Syekh Maulana Akbar adalah putra Ahmad Jalal Syah putra Abdullah
Khan putra Abdul Malik putra Alwi putra Syekh Muhammad Shahib Mirbath, ulama
besar di Hadramaut, Yaman yang silsilahnya sampai kepada Rasulullah melalui
cucu beliau Imam Husain.
Ibunda Sunan Gunung Jati adalah Nyai Rara Santang, seorang putri keturunan
Kerajaan Sunda, anak dari Sri Baduga Maharaja, atau dikenal juga sebagai
Prabu Siliwangi dari perkawinannya dengan Nyai Subang Larang. Makam dari
Nyai Rara Santang bisa kita temui di dalam klenteng di Pasar Bogor,
berdekatan dengan pintu masuk Kebun Raya Bogor.
Silsilah Sunan Gunung Jati
Sunan Gunung Jati @ Syarif Hidayatullah Al-Khan bin
Sayyid ‘Umadtuddin Abdullah Al-Khan bin
Sayyid ‘Ali Nuruddin Al-Khan @ ‘Ali Nurul ‘Alam
Sayyid Syaikh Jumadil Qubro @ Jamaluddin Akbar Al-Khan bin
Sayyid Ahmad Shah Jalal @ Ahmad Jalaludin Al-Khan bin
Sayyid Abdullah Al-’Azhomatu Khan bin
Sayyid Amir ‘Abdul Malik Al-Muhajir (Nasrabad,India) bin
Sayyid Alawi Ammil Faqih (Hadhramaut) bin
Muhammad Sohib Mirbath (Hadhramaut)
Sayyid Ali Kholi’ Qosim bin
Sayyid Alawi Ats-Tsani bin
Sayyid Muhammad Sohibus Saumi’ah bin
Sayyid Alawi Awwal bin
Sayyid Al-Imam ‘Ubaidillah bin
Ahmad al-Muhajir bin
Sayyid ‘Isa Naqib Ar-Rumi bin
Sayyid Muhammad An-Naqib bin
Sayyid Al-Imam Ali Uradhi bin
Sayyidina Ja’far As-Sodiq bin
Sayyidina Muhammad Al Baqir bin
Sayyidina ‘Ali Zainal ‘Abidin bin
Al-Imam Sayyidina Hussain
Al-Husain putera Ali bin Abu Tholib dan Fatimah Az-Zahro binti Muhammad
Silsilah dari Raja Pajajaran
Sunan Gunung Jati @ Syarif Hidayatullah
Rara Santang (Syarifah Muda’im)
Prabu Jaya Dewata @ Raden Pamanah Rasa @ Prabu Siliwangi II
Prabu Dewa Niskala (Raja Galuh/Kawali)
Niskala Wastu Kancana @ Prabu Siliwangi I
Prabu Linggabuana @ Prabu Wangi (Raja yang tewas di Bubat)
Ibu Sunan Gunung Jati
Ibunda Syarif Hidayatullah adalah Nyai Rara Santang putri Prabu Siliwangi
(dari Nyai Subang Larang) adik Pangeran Walangsungsang bergelar Cakrabuwana
/ Cakrabumi atau Mbah Kuwu Cirebon Girang yang berguru kepada Syekh Datuk
Kahfi, seorang Muballigh asal Baghdad bernama asli Idhafi Mahdi.
Makam Nyai Rara Santang bisa kita temui di dalam komplek KLENTENG di Pasar
Bogor, di sebelah Kebun Raya Bogor.
Pertemuan dengan Orang Tuanya
Pertemuan Rara Santang dengan Syarif Abdullah cucu Syekh Mawlana Akbar masih
diperselisihkan. Sebagian riwayat (lebih tepatnya mitos) menyebutkan bertemu
pertama kali di Mesir, tapi analisis yang lebih kuat atas dasar perkembangan
Islam di pesisir ketika itu, pertemuan mereka di tempat-tempat pengajian
seperti yang di Majelis Syekh Quro, Karawang (tempat belajar Nyai Subang
Larang ibunda dari Rara Santang) atau di Majelis Syekh Kahfi, Cirebon
(tempat belajar Kiyan Santang kakanda dari Rara Santang).
Syarif Abdullah cucu Syekh Mawlana Akbar, sangat mungkin terlibat aktif
membantu pengajian di majelis-majelis itu mengingat ayahanda dan kakek
beliau datang ke Nusantara sengaja untuk menyokong perkembangan agama Islam
yang telah dirintis oleh para pendahulu.
Pernikahan Rara Santang putri Prabu Siliwangi dan Nyai Subang Larang dengan
Abdullah cucu Syekh Mawlana Akbar melahirkan seorang putra yang diberi nama
Raden Syarif Hidayatullah.
Proses Belajar Sunan Gunung Jati
Raden Syarif Hidayatullah mewarisi kecenderungan spiritual dari kakek
buyutnya Syekh Mawlana Akbar sehingga ketika telah selesai belajar agama di
pesantren Syekh Kahfi beliau meneruskan ke Timur Tengah. Tempat mana saja
yang dikunjungi masih diperselisihkan, kecuali (mungkin) Mekah dan Madinah
karena ke 2 tempat itu wajib dikunjungi sebagai bagian dari ibadah haji
untuk umat Islam.
Babad Cirebon menyebutkan ketika Pangeran Cakrabuwana membangun kota Cirebon
dan tidak mempunyai pewaris, maka sepulang dari Timur Tengah Raden Syarif
Hidayat mengambil peranan mambangun kota Cirebon dan menjadi pemimpin
perkampungan Muslim yang baru dibentuk itu setelah Uwaknya wafat.
Memasuki usia dewasa sekitar diantara tahun 1470-1480, beliau menikahi adik
dari Bupati Banten ketika itu bernama Nyai Kawunganten. Dari pernikahan ini
beliau mendapatkan seorang putri yaitu Ratu Wulung Ayu dan Mawlana
Hasanuddin yang kelak menjadi Sultan Banten I.
Masa ini kurang banyak diteliti para sejarawan hingga tiba masa pendirian
Kesultanan Demak tahun 1487 yang mana beliau memberikan andil karena sebagai
anggota dari Dewan Muballigh yang sekarang kita kenal dengan nama Walisongo.
Pada masa ini beliau berusia sekitar 37 tahun kurang lebih sama dengan usia
Raden Patah yang baru diangkat menjadi Sultan Demak I bergelar Alam Akbar Al
Fattah. Bila Syarif Hidayat keturunan Syekh Mawlana Akbar Gujarat dari pihak
ayah, maka Raden Patah adalah keturunan beliau juga tapi dari pihak ibu yang
lahir di Campa.
Dengan diangkatnya Raden Patah sebagai Sultan di Pulau Jawa bukan hanya di
Demak, maka Cirebon menjadi semacam Negara Bagian bawahan vassal state dari
kesultanan Demak, terbukti dengan tidak adanya riwayat tentang pelantikan
Syarif Hidayatullah secara resmi sebagai Sultan Cirebon.
Hal ini sesuai dengan strategi yang telah digariskan Sunan Ampel, Ulama yang
paling di-tua-kan di Dewan Muballigh, bahwa agama Islam akan disebarkan di
P. Jawa dengan Kesultanan Demak sebagai pelopornya.
Setelah pendirian Kesultanan Demak antara tahun 1490 hingga 1518 adalah
masa-masa paling sulit, baik bagi Syarif Hidayat dan Raden Patah karena
proses Islamisasi secara damai mengalami gangguan internal dari kerajaan
Pakuan dan Galuh (di Jawa Barat) dan Majapahit (di Jawa Tengah dan Jawa
Timur) dan gangguan external dari Portugis yang telah mulai expansi di Asia
Tenggara.
Tentang personaliti dari Syarif Hidayat yang banyak dilukiskan sebagai
seorang Ulama kharismatik, dalam beberapa riwayat yang kuat, memiliki
peranan penting dalam pengadilan Syekh Siti Jenar pada tahun 1508 di
pelataran Masjid Demak. Ia ikut membimbing Ulama berperangai ganjil itu
untuk menerima hukuman mati dengan lebih dulu melucuti ilmu kekebalan
tubuhnya.
Eksekusi yang dilakukan Sunan Kalijaga akhirnya berjalan baik, dan dengan
wafatnya Syekh Siti Jenar, maka salah satu duri dalam daging di Kesultana
Demak telah tercabut.
Raja Pakuan di awal abad 16, seiring masuknya Portugis di Pasai dan Malaka,
merasa mendapat sekutu untuk mengurangi pengaruh Syarif Hidayat yang telah
berkembang di Cirebon dan Banten. Hanya Sunda Kelapa yang masih dalam
kekuasaan Pakuan.
Di saat yang genting inilah Syarif Hidayat berperan dalam membimbing Pati
Unus dalam pembentukan armada gabungan Kesultanan Banten, Demak, Cirebon di
P. Jawa dengan misi utama mengusir Portugis dari wilayah Asia Tenggara.
Terlebih dulu Syarif Hidayat menikahkan putrinya untuk menjadi istri Pati
Unus yang ke 2 di tahun 1511.
Kegagalan expedisi jihad II Pati Unus yang sangat fatal di tahun 1521
memaksa Syarif Hidayat merombak Pimpinan Armada Gabungan yang masih tersisa
dan mengangkat Tubagus Pasai (belakangan dikenal dengan nama
Fatahillah),untuk menggantikan Pati Unus yang syahid di Malaka, sebagai
Panglima berikutnya dan menyusun strategi baru untuk memancing Portugis
bertempur di P. Jawa.
Sangat kebetulan karena Raja Pakuan telah resmi mengundang Armada Portugis
datang ke Sunda Kelapa sebagai dukungan bagi kerajaan Pakuan yang sangat
lemah di laut yang telah dijepit oleh Kesultanan Banten di Barat dan
Kesultanan Cirebon di Timur.
Kedatangan armada Portugis sangat diharapkan dapat menjaga Sunda Kelapa dari
kejatuhan berikutnya karena praktis Kerajaan Hindu Pakuan tidak memiliki
lagi kota pelabuhan di P. Jawa setelah Banten dan Cirebon menjadi
kerajaan-kerajaan Islam.
Tahun 1527 bulan Juni Armada Portugis datang dihantam serangan dahsyat dari
Pasukan Islam yang telah bertahun-tahun ingin membalas dendam atas kegagalan
expedisi Jihad di Malaka 1521.
Dengan ini jatuhlah Sunda Kelapa secara resmi ke dalam Kesultanan
Banten-Cirebon dan di rubah nama menjadi Jayakarta dan Tubagus Pasai
mendapat gelar Fatahillah.
Perebutan pengaruh antara Pakuan-Galuh dengan Cirebon-Banten segera bergeser
kembali ke darat. Tetapi Pakuan dan Galuh yang telah kehilangan banyak
wilayah menjadi sulit menjaga keteguhan moral para pembesarnya. Satu persatu
dari para Pangeran, Putri Pakuan di banyak wilayah jatuh ke dalam pelukan
agama Islam. Begitu pula sebagian Panglima Perangnya.
Satu hal yang sangat unik dari personaliti Syarif Hidayat adalah dalam
riwayat jatuhnya Pakuan Pajajaran, ibu kota Kerajaan Sunda pada tahun 1568
hanya setahun sebelum beliau wafat dalam usia yang sangat sepuh hampir 120
tahun (1569). Diriwayatkan dalam perundingan terakhir dengan para Pembesar
istana Pakuan, Syarif Hidayat memberikan 2 opsi.
Yang pertama Pembesar Istana Pakuan yang bersedia masuk Islam akan dijaga
kedudukan dan martabatnya seperti gelar Pangeran, Putri atau Panglima dan
dipersilakan tetap tinggal di keraton masing-masing.
Yang ke dua adalah bagi yang tidak bersedia masuk Islam maka harus keluar
dari keraton masing-masing dan keluar dari ibukota Pakuan untuk diberikan
tempat di pedalaman Banten wilayah Cibeo sekarang.
Dalam perundingan terakhir yang sangat menentukan dari riwayat Pakuan ini,
sebagian besar para Pangeran dan Putri-Putri Raja menerima opsi ke 1. Sedang
Pasukan Kawal Istana dan Panglimanya (sebanyak 40 orang) yang merupakan
Korps Elite dari Angkatan Darat Pakuan memilih opsi ke 2. Mereka inilah
cikal bakal penduduk Baduy Dalam sekarang yang terus menjaga anggota
pemukiman hanya sebanyak 40 keluarga karena keturunan dari 40 pengawal
istana Pakuan. Anggota yang tidak terpilih harus pindah ke pemukiman Baduy
Luar.
Yang menjadi perdebatan para ahli hingga kini adalah opsi ke 3 yang diminta
Para Pendeta Sunda Wiwitan. Mereka menolak opsi pertama dan ke 2. Dengan
kata lain mereka ingin tetap memeluk agama Sunda Wiwitan (aliran Hindu di
wilayah Pakuan) tetapi tetap bermukim di dalam wilayah Istana Pakuan.
Sejarah membuktikan hingga penyelidikan yang dilakukan para Arkeolog asing
ketika masa penjajahan Belanda, bahwa istana Pakuan dinyatakan hilang karena
tidak ditemukan sisa-sisa reruntuhannya. Sebagian riwayat yang diyakini kaum
Sufi menyatakan dengan kemampuan yang diberikan Allah karena doa seorang
Ulama yang sudah sangat sepuh sangat mudah dikabulkan, Syarif Hidayat telah
memindahkan istana Pakuan ke alam ghaib sehubungan dengan kerasnya penolakan
Para Pendeta Sunda Wiwitan untuk tidak menerima Islam ataupun sekadar keluar
dari wilayah Istana Pakuan.
Bagi para sejarawan beliau adalah peletak konsep Negara Islam modern ketika
itu dengan bukti berkembangnya Kesultanan Banten sebagi negara maju dan
makmur mencapai puncaknya 1650 hingga 1680 yang runtuh hanya karena
pengkhianatan seorang anggota istana yang dikenal dengan nama Sultan Haji.
Dengan segala jasanya umat Islam di Jawa Barat memanggil beliau dengan nama
lengkap Syekh Mawlana Syarif Hidayatullah Sunan Gunung Jati Rahimahullah.
Dalam usia yang begitu muda Syarif Hidayatullah ditinggal mati oleh ayahnya.
Ia ditunjuk untuk menggantikan kedudukannya sebagai Raja Mesir tapi anak
yang masih berusia dua puluh tahun itu tidak mau. Dia dan ibunya bermaksud
pulang ke tanah jawa berdakwah di Jawa Barat. Kedudukan ayahnya itu kemudian
diberikan kepada adiknya yaitu Syarif Nurullah.
Sewaktu berada di negeri Mesir Syarif Hidayatullah berguru kepada beberapa
ulam besar didaratan timur tengah. Dalam usia muda itu ilmunya sudah sangat
banyak, maka ketika pulang ke tanah leluhurnya yaitu Jawa ia tidak merasa
kesulitan melakukan dakwah.
Sering kali terjadi kerancuan antara nama Fatahillah dengan Syarif
Hidayatullah yang bergelar Sunan Gunung Jati. Orang menganggap Fatahillah
dan Syarif Hidayatullah adalah satu, tetapi yang benar adalah dua orang.
Syarif Hidayatullah cucu Raja Pajajaran adalah seorang penyebar Islam di
Jawa Barat yang kemudian disebut Sunan Gunung Jati. Sedangkan Fatahillah
adalah seorang pemuda Pasai yang dikirim Sultan Trenggana membantu Sunan
Gunung Jati berperang melawan Portugis. Bukti bahwa Fatahillah bukan Sunan
Gunung Jati adalah makam dekat Sunan Gunung Jati yang ada tulisan Tubagus
Pasai adalah Fathullah atau Fatahillah atau Faletehan menurut Lidah Orang
Portugis......
Syarif Hidayatullah dan ibunya Syarifah Muda’im datang ke negeri Caruban
Larang Jawa Barat pada tahun 1475 sesudah mampir dahulu di Gujarat dan Pasai
untuk menambah pengalaman. Kedua orang itu disambut gembira oleh Pangeran
Cakrabuana dan keluarganya. Syekh Datuk Kahfi sudah wafat, guru Pangeran
Cakrabuana dan Syarifah Muda’im itu dimakamkan di Pasambangan. Dengan alasan
agar selalu dekat dengan makam gurunya. Syarifah Muda’im minta diizinkan
tinggal di Pasambangan atau Gunung Jati.
Syarifah Muda’im dan puteranya Syarif Hidayatullah meneruskan usaha Syekh
Datuk Lahfi. Sehingga kemudian hari Syarif Hidayatullah terkenal sebagai
Sunan Gunung Jati. Tibalah saat yang ditentukan, pangeran Cakrabuana
menikahkan anaknya yaitu Nyi Pakungwati dengan Syarif Hidayatullah.
Selanjutnya yaitu pada tahun 1479 karena usia lanjut pangeran Cakrabuana
menyerahkan kekuasaan negeri Caruban kepada Syarif Hidayatullah dengan gelar
Susuhan yaitu orang yang dijunjung tinggi.
Disebutkan, pada tahun pertama pemerintahannya Syarif Hidayatullah
berkunjung ke Pajajaran untuk mengunjungi kakeknya yaitu Prabu Siliwangi.
Sang Prabu diajak masuk Islam kembali tetapi tidak mau. Meski Prabu
Siliwangi tidak mau masuk Islam, dia tidak menghalangi cucunya menyiarkan
agama Islam di wilayah Pajajaran.
Syarif Hidayatullah kemudian melanjutkan perjalanannya ke Serang. Penduduk
Serang sudah ada yang masuk Islam dikarenakan banyaknya saudagar dari Arab
dan Gujarat yang sering singgah ke tempat itu. Kedatangan Syarif
Hidayatullah disambut baik oleh Adipati Banten. Bahkan Syarif Hidayatullah
dijodohkan dengan puteri Adipati Banten yang bernama Nyi Kawungten. Dari
perkawinannya inilah kemudian Syarif Hidayatullah dikaruniai dua orang
putera yaitu Nyi Ratu Winaon dan Pangeran Sebakingking. Dalam menyebarkan
agama Islam di tanah jawa, Syarif Hidayatullah atau Sunan Gunung Jati tidak
bekerja sendirian, beliau sering bermusyawarah dengan anggota para wali
lainnya di mesjid Demak. Bahkan disebutkan beliau juga membantu berdirinya
mesjid Demak.
Dari pergaulannya dengan Sultan Demak dan para wali lainnya ini akhirnya
Syarif Hidayatullah mendirikan Kesultanan Pakungwati dan ia memploklamirkan
diri sebagai raja yang pertama dengan gelar Sultan. Dengan berdirinya
Kesultanan tersebut Cirebon tidak lagi mengirim upeti kepada Pajajaran yang
biasanya disalurkan lewat Kadipaten Galuh.
Dengan bergabungnya prajurit dan perwira pilihan ke Cirebon maka makin
bertambah besarlah pengaruh Kesultanan Pakungwati. Daerah-daerah lain
seperti: Surakanta, Japura, Wanagiri, Telaga dan lain-lain menyatakan diri
menjadi wilayah Keslutanan Cirebon. Lebih-lebih dengan diperluasnya
Pelabuhan Muara Jati, makin bertambah besarlah Kasultanan Cirebon. Banyak
pedagang besar dari negeri asing datang menjalin persahabatan. Diantaranya
dari negeri Tiongkok. Salah seorang keluarga istana Cirebon kawin dengan
pembesar dari negeri Cina yang berkunjung ke Cirebon yaitu Ma Huan. Maka
jalinan antara Cirebon dan negeri Cina makin erat.
Bahkan Sunan Gunung Jati pernah diundang ke negeri Cina dan kawin dengan
puteri Kaisar Cina bernama puteri Ong Tien. Kaisar Cina pada saat itu dari
dinasti Ming juga beragama Islam. Dengan perkawinan itu sang Kaisar ingin
menjalin erat hubungan baik antara Cirebon dan negeri Cina, hal ini ternyata
menguntungkan bangsa Cina untuk dimanfaatkan dalam dunia perdagangan.
Sesudah kawin dengan Sunan Gunung Jati, puteri Ong Tien diganti namanya
menjadi Nyi Ratu Rara Semanding. Kaisar ayah puteri Ong Tien ini membekali
puterinya dengan harta benda yang tidak sedikit. Sebagian besar
barang-barang peninggalan puteri Ong Tien yang dibawa dari negeri Cina itu
sampai sekarang masih ada dan tersimpan di tempat yang aman. Istana dan
Mesjid Cirebon kemudian dihiasi lagi dengan motif-motif hiasan dinding dari
negeri Cina.
Mesjid Agung Sang Ciptarasa dibangun pada tahun 1980 atas prakarsa Nyi Ratu
Pakungwati atau isteri Sunan Gunung Jati. Dari pembangunan mesjid itu
melibatkan banyak pihak, diantaranya Wali Songo dan sejumlah tenaga ahli
yang dikirim oleh Raden Patah. Dalam pembangunan itu Sunan Kalijaga mendapat
penghormatan untuk mendirikan Soko Tatal sebagai lambang persatuan umat.
Selesai membangun mesjid, diteruskan dengan membangun jalan raya yang
menhubungkan Cirebon dengan daerah-daerah Kadipaten lainnya untuk memperluas
pengembangan Islam diseluruh tanah pasundan. Prabu Siliwangi hanya bisa
menahan diri atas perkembangan wilayah Cirebon yang semakin luas itu. Bahkan
wilayah Pajajaran sendiri sudah semakin terhimpit.
Pathak Warak menyumpah-nyumpah, hatinya marah sekali diperlakukan seperti
itu. Apalagi dilihatnya para tamu undangan menertawakan kekonyolan itu,
diapun semakin malu. Hampir saja Roroyono ditamparnya kalau tidak ingat
bahwa gadis itu adalah puteri gurunya.
Pada tahun 1511 Malaka diduduki oleh bangsa Portugis. Selanjutnya mereka
ingin memperluas kekuasaannya ke pulau jawa. Pelabuhan sunda kelapa yang
jadi incaran mereka untuk menancapkan kuku penjajahan. Demak Bintoro tahu
bahaya besar yang mengancam kepulauan nusantara. Oleh karena itu Raden Patah
mengirim adipati Unus atau Pangeran Sabrang Lor untuk menyerang Portugis di
Malaka. Ada salah seorang pejuang Malaka yang ikut ke tanah jawa yaitu
Fatahillah. Ia bermaksud meneruskan perjuangannya di tanah jawa. Dan dimasa
Sultan Trenggana ia diangkat menjadi panglima perang.
Pengalaman adalah guru yang terbaik, dari pengalamannya bertempur di Malaka
tahulah Fatahillah titik-titik lemah tentara dan siasat Portugis. Itu
sebabnya dia dapat memberi komando dengan tepat dan setiap serangan
Demak-Cirebon selalu membawa hasil gemilang. Akhirnya Portugis dan Pajajaran
kalah, Portugis kembali ke Malaka, sedang tentara Pajajaran cerai berai tak
menentuk arahnya.
Selanjutnya Fatahillah ditugaskan mengamankan Banten dari gangguan para
pemberontak yaitu sisa-sisa pasukan Pajajaran. Usaha ini tidak menemui
kesulitan karena Fatahillah dibantu putera Sunan Gunung Jati yang bernama
Pangeran Sebakingking. Dikemudian hari Pangeran Sebakingking ini menjadi
penguasa Banten dengan gelar Pangeran Hasanuddin.
Kurang lebih sekitar tahun 1479, Sunan Gunung Jati pergi ke daratan Cina dan
tinggal didaerah Nan King. Di sana ia digelari dengan sebutan Maulana
Insanul Kamil.
Daratan Cina sejak lama dikenal sebagai gudangnya ilmu pengobatan, maka
disanalah Sunan Gunung Jati juga berdakwah dengan jalan memanfaatkan ilmu
pengobatan. Beliau menguasai ilmu pengobatan tradisional. Disamping itu ,
pada setiap gerakan fisik dari ibadah Sholat sebenarnya merupakan gerakan
ringan dari terapi pijat atau akupuntur, terutama bila seseorang mau
mendirikan Sholat dengan baik, benar lengkap dengan amalan sunah dan
tuma’ninahnya. Dengan mengajak masyarakat Cina agar tidak makan daging babi
yang mengandung cacing pita, dan giat mendirikan sholat lima waktu, maka
orang yang berobat kepada Sunan Gunung Jati banyak yang sembuh sehingga nama
Gunung Jati menjadi terkenal di seluruh daratan Cina.
Di negeri naga itu Sunan Gunung Jati berkenalan dengan Jenderal Ceng Ho dan
sekretaris kerajaan bernama Ma Huan, serta Feis Hsin, ketiga orang ini sudah
masuk Islam. Pada suatu ketika Sunan Gunung Jati berkunjung ke hadapan
kaisar Hong Gie, pengganti kaisar Yung Lo dengan puteri kaisar yang bernama
Ong Tien. Menurut versi lain yang mirip sebuah legenda, sebenarnya
kedatangan Sunan Gunung Jati di negeri Cina adalah karena tidak sengaja.
Pada suatu malam, beliau hendak melaksanakan sholat tahajjud. Beliau hendak
sholat di rumah tetapi tidak khusu’ lalu beliau sholat di mesjid, di mesjid
juga belum khusu’. Beliau heran padahal bagi para wali, sholat tahajjud itu
adalah kewajiban yang harus dilaksanakan dengan sebaik-baiknya. Kemudian
Sunan Gunung Jati sholat diatas perahu dengan khusu’. Bahkan dapat tidur
dengan nyenyak setelah sholat dan berdo’a.
Ketika beliau terbangun beliau merasa kaget. Daratan pulau jawa tidak nampak
lagi. Tanpa sepengetahuannya beliau telah dihanyutkan ombak hingga sampai ke
negeri Cina. Di negeri Cina beliau membuka praktek pengobatan. Pendudu Cina
yang berobat disuruhnya melaksanakan sholat. Setelah mengerjakan sholat
mereka sembuh. Makin hari namanya makin terkenal, beliau dianggap sebagai
sinshe yang berkepandaian tinggi terdengar oleh kaisar. Sunan Gunung Jati
dipanggil keistana, kaisar hendak menguji kepandaian Sunan Gunung Jati
sebagai tabib dia pasti dapat mengetahui mana seorang yang hamil muda atau
belum hamil.
Dua orang puteri kaisar disuruh maju. Seorang diantara mereka sudah bersuami
dan sedang hamil muda atau baru dua bulan. Sedang yang seorang lagi masih
perawan namun perutnya diganjal dengan bantal sehingga nampak seperti orang
hamil. Sementara yang benar-benar hamil perutnya masih kelihatan kecil
sehingga nampak seperti orang yang belum hamil. Hai tabib asing, mana
diantara puteriku yang hamil? Tanya kaisar.
Sunan Gunung Jati diam sejenak. Ia berdoa kepada Tuhan.
Hai orang asing mengapa kau diam? Cepat kau jawab! Teriak kaisar Cina.
Dia! Jawab Sunan Gunung Jati sembari menunjuk puteri Ong Tien yang masih
Perawan. Kaisar tertawa terbahak-bahak mendengar jawaban itu. Demikiann pula
seluruh balairung istana kaisar.
Namun kemudian tawa mereka terhenti, karena puteri Ong Tien menjerit keras
sembari memegangi perutya.
Ayah! Saya benar-benar hamil.
Maka gemparlah seisi istana. Ternyata bantal diperut Ong Tien telah lenyap
entah kemana. Sementara perut puteri cantik itu benar-benar membesar seperti
orang hamil.
Kaisar menjadi murka. Sunan Gunung Jati diusir dari daratan Cina. Sunan
Gunung Jati menurut, hari itu juga ia pamit pulau ke pulau jawa. Namun
puteri Ong Tien ternyata terlanjur jatuh cinta kepada Sunan Gunung Jati maka
dia minta kepada ayahnya agar diperbolehkan menyusul Sunan Gunung Jati ke
pulau Jawa.
Kaisar Hong Gie akhirnya mengijinkan puterinya menyusul Sunan Gunung Jati ke
pulau Jawa. Puteri Ong Tien dibekali harta benda dan barang-barang berharga
lainnya seperti bokor, guci emas dan permata. Puteri cantik itu dikawal oleh
tiga orang pembesar kerajaan yaitu Pai Li bang seorang menteri negara. Lie
Guan Chang dan Lie Guan Hien. Pai Li Bang adalah salah seorang murid Sunan
Gunung Jati tatkala beliau berdakwah di Cina.
Dalam pelayarannya ke pulau jawa, mereka singgah di kadipaten Sriwijaya.
Begitu mereka datang para penduduk menyambutnya dengan meriah sekali. Mereka
merasa heran.
Ada apa ini? Pai Li Bang bertanya kepada tetua masyarakat Sriwijaya.
Tetua masyarakat balik bertanya. Siapa yang bernama Pai Li Bang?
Saya sendiri, jawab Pai Li Bang.
Kontan Pai Li Bang digotong penduduk diatas tandu. Dielu-elukan sebagai
pemimpin besar. Dia dibawa ke istana Kadipaten Sriwijaya.
Setelah duduk dikursi Adipati, Pai Li Bang bertanya, sebenarnya apa yang
terjadi?
Tetua masyarakat itu menerangkan. Bahwa adipati Ario Damar selaku pemegang
kekuasaan Sriwijaya telah meninggal dunia. Penduduk merasa bingung mencari
penggantinya, karena putera Ario Damar sudah menetap di Pulau Jawa. Yaitu
Raden Fatah dan Raden Hasan
Dalam kebingungan itulah muncul Sunan Gunung Jati, beliau berpesan bahwa
sebentar lagi akan datang rombongan muridnya dari negeri Cina, namanya Pai
Li Bang. Muridnya itulah yang pantas menjadi pengganti Ario Damar. Sebab
muridnya itu adalah seorang menteri negara di negeri Cina.
Setelah berpesan begitu Sunan Gunung Jati meneruskan pelayarannya ke pulau
jawa. Pai Li Bang memang muridnya. Dia semakin kagum dengan gurunya yang
ternyata mengetahui sebelum kejadian, tahu kalau dia bakal menyusul ke pulau
jawa. Pai Li Bang tidak menolak keinginan gurunya, dia bersedia menjadi
adipati Sriwijaya. Dalam pemerintahannya Sriwijaya maju pesat sebagai
kadipaten yang paling makmur dan aman. Setelah Pai Li Bang meninggal dunia
maka nama kadipaten Sriwijaya diganti menjadi nama kadipaten Pai Li Bang,
dalam perkembangannya karena proses pengucapan lidah orang Sriwijaya maka
lama kelamaan kadipaten itu lebih dikenal dengan sebutan Palembang hingga
sekarang.
Sementara itu puteri Ong Tien meneruskan pelayarannya hingga ke pulau jawa.
Sampai di Cirebon dia mencari Sunan Gunung Jati, tapi Sunan Gunung Jati
sedang berada di Luragung. Puteri itupun menyusulnya. Pernikahan antara
puteri Ong Tien denga Sunan Gunung Jati terjadi pada tahun 1481, tapi sayang
pada tahun 1485 puteri Ong Tien meninggal dunia. Maka jika anda berkunjung
ke makam Sunan Gunung Jati di Cirebon jangan lah merasa heran disana banyak
ornamen cina dan nuansa cina lainnya. Memang ornamen dan barang-barang antik
itu berasal dari cina.
Wali songo selalu bermusyawarah apabila menghadapi suatu masalah pelik yang
berkembang di masyarakat. Termasuk kebijakan dakwah yang mereka lakukan
kepada masyarakat jawa.
Mula-mula sunan Ampel tidak setuju atas cara dakwah yang dilakukan Sunan
Kalijagadan Sunan Bonang. Namun Sunan Kudus mengajukan pedapatnya. Saya
setuju dengan pendapat Sunan Kalijaga, bahwa adat istiadat lama yang masih
bisa diarahkan kepada agama tauhid maka kita akan memberikannya warna
Islami. Sedang adat dan kepercayaan lama yang jelas-jelas menjurus ke arah
kemusyrikan kita tinggal sama sekali. Sebagai misal, gamelan dan wayang
kulit, kita bisa memberinya warna Islam sesuai dengan selera masyarakat.
Adapun tentang kekuatiran kanjeng Sunan Ampel, saya mempunyai keyakinan
bahwa dibelakang hari akan ada orang yang menyempurnakannya.
Adanya dua pendapat yang seakan bertentangan tersbut sebanarnya mengandung
hikmah. Pendapat Sunan Kalijaga dan Sunan Kudus ada benarnya yaitu agar
Islam cepat diterima oleh orang jawa, dan ini terbukti, dikarenakan dua wali
tersebut pandai mengawinkan adat istiadat lama yang dapat ditolerir Islam
maka penduduk jawa banyak yang berbondong-bondong masuk agama Islam. Pada
prinsipnya mereka mau menerima Islam dengan lebih dahulu dan sedikit demi
sedikit kemudian mereka akan diberi pengertian akan kebersihan tauhid dalam
iman mereka.
Sebaliknya, adanya pendapat Sunan Ampel yang menginginkan Islam harus
disiarkan dengan murni dan konsekuen juga mengandung hikmah kebenaran yang
hakiki, sehingga membuat umat semakin berhati-hari menjalankan syariat agama
secara benar dan bersih dari segala macam bid’ah. Inilah jasa Sunan Ampel
yang sangat besar, dengan peringatan inilah beliau telah menyelamatkan
aqidah umat agar tidak tergelincitr ke lembah musyrikin.
Sumber: takwilsantri.blogpsot.com
Post a Comment for "Biografi Sunan Gunung Jati"