Skip to content Skip to sidebar Skip to footer
Gus Dur Mania

Mengantar Jenasah


Mengantar Jenasah 

Mengantar Jenasah

Mengantar jenasah, khusunya di Jawa, dibagi sedikitnya dua golongan: (1) Golongan masyarakat yang guyub rukun dan mengiringkan jenasah sampai ke makam. Merekan berduyun ke makam, bahkan disediakan kendaraan bagi keluarga mayit yang mampu; (2) Golongan yang pada acara pemberangkatan tak terkira jumlahnya, tetapi ketika mengantar ke makam tak lebih 10% saja. Melihat keadaan mencengangkan ini penulis pernah bertanya kenapa yang mengantar kok cuma sedikit? Ada seorang yang menjawab: Sudah jadi kebiasaan kita di sini.

Tanpa ada maksud menyudutkan kondisi daerah lain, umumnya di pedusunan di masa warga NU kebetulan dominan, mereka pasti suka takziah, dan suka menyempurnakan mengantar jenasah sampai ke makam lengkap dengan cara talqinnya. Para tetangga yang wanita juga takziah sambil membawa beras, kelapa, atau gula, sesuai adat setempat. Akan tetapi, untuk kaum perempuan, mereka cukup di rumah si mayit saja, tak perlu  ikut mengantanrnya sampai ke makam.

Masyarakat Jawa, meski tanpa ada perjanjian tertulis, sepakat bahwa jam pemberangkatannya tidak boleh terlambat. Mereka datang lebih awal satu jam sebelum jenasah diberangkatan, dan di dalam benak mereka sama-sama terukir: Ini penghormatan terakhir! Acara pemberangkatan jenasah tepat waktu ini mirip upacara militer, Malah, kalau awan tebal datang menyelimuti,mendung menggelayut di atas kepala, dan matahari sudah tidak menampakkan diri, kebijaksanaan tertentu biasa ditempuh, misalnya pihak keluarga minta protokol supaya mempersingkat acara pemberangkatan.

Bagi pembaca, percaya atau tidak, ada sebagian masyarakat Jawa/ Indonesia yang suka mempercepat proses pemakamam. Maksudnya, ketika seorang meninggal, secepatnya pihak keluarga memandikan, mengafani, menyalati, dan langsung membawanya ke makam. Sudah tentu dengan semua tetangga, anggota RT dan RW , juga semua handai tolan yang terjangkau. Meninggal pagi ya dikuburkan pagi, siang  ya sian, sore ya sore, malam ya malam; kalau perlu sambil membawa obor atau sejenisnya. Selidik punya selidik, kebanyakannya ya warga NU juga! Hal semacam ini dilakukan mungkin kerana Kiai panutan berdalil pada sebuah hadits: "Siapa meninggal dunia hendaknya segera dikebumikan, apalagi kalau jenasah itu seorang yang baik-baik."

Dalam hal mengantar jenasah ini, orang-orang NU perpedoman pada hadits, pertama:


عن أ عطية رضي الله عنها قالت : نهينا عن اتبا ع الجنائز ولم يعزم علينا 

Dari Ummu Athiyah: Kami dilarang mengantarkan jenasah, namun tidak dipastikan keharamannya. 

Dalil kedua:

لاركوب فى رجوعه منها, فلايكره لانه صلى الله عليه وسلم ركب فيه - رواه مسلم. ولااتباع مسلم جنازة كافر, لما روى أبوداود عن علي بإسناد حسن ووقع فى المجموع بإسناد ضعيف قال لما مات أبو طالب أتيت رسول الله صلى الله عليه وسلم فقلت إن عمك الشيخ الضال قد مات  قال: انطلق فوراه.

Tak etis berkendaraan sepulang dari mengantar jenasah, meski tak dilarang (HR.Muslim). Tidak diperkenankan seorang muslim mengantarkan jenasah orang kafir berdasarkan hadits riwayat Abu Dawud dari Ali dengan sanad hasan. Juga, tersebut dalam kitab Majmu' (dengan sanad dhaif): Sewaktu Abu Thalib (paman nabi) meninggal, saya (Ali) bertanya kepada Rasulullah: Benarkah pamanmu yang kafir itu meninggal? Jawab nabi: Pergilah, dan sekarang juga!

Dalil ketiga:


ويكره رفع الصوت بالقرءان والذكر والصلاة على النبي صلى الله عليه وسلم قال المدابغى : وهذا باعتبار ماكان فى الصدر الأول, وأماالان فلابأس بذلك لأنه شعار الميت  .

Makruh hukumnya bagi pengantar jenasah membaca keras ayat-ayat Al-Qur'an, zikir, atau shalawat atas nabi. Akan tetapi, al-Mudabighi memberi catatan: Yang dimaksud adalah pada awal permulaan Islam, untuk sekarang tidak apa-apa melakukan hal itu demi syiar bagi si mayit.



Sumber: Nahdlatul Ulama

Post a Comment for "Mengantar Jenasah "